PADANG — Pada hari ini Senin 30 September 2019 tepat memperingati satu Dasawasa (10 tahun) peristiwa gempa di Sumatera Barat (Sumbar) yang diselenggarakan di Hotel Grand Inna Padang
Dalam rangka refleksi 10 tahun Gempa Bumi Sumatera Barat dan membangun komitmen bersama menuju Sumatera Barat “Tangguh Bencana” menjadi evaluasi bagi semua pihak untuk mengurangi resiko bencana, jika suatu saat terjadi bencana yang serupa.
Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit dalam sambutannya menyampaikan, bahwa 10 tahun yang lalu, gempa berkekuatan 7,6 SR yang merenggut ribuan korban jiwa dengan meluluhlantakkan Sumbar terjadi kurang dari 24 jam pada lokasi yang berdekatan.
Gempa pertama terjadi pada pada hari Rabu, 30 September 2009 berkekuatan 7,6 SR dengan pusat gempa 57 km di Barat Daya Kota Pariaman pada kedalaman 71 km yang merupakan patahan Mentawai di bawah laut.
Gempa ke dua pada hari Kamis, 1 Oktober 2009 dengan kekuatan 6,8 SR berpusat di 46 km Tenggara Kota Sungai Penuh dengan kedalaman 24 km, terjadi pada patahan semangko daratan.
“Sejak itu Sumbar sering terjadi gempa, ini semua membuat masyarakat sudah terbiasa dengan gempa, terutama yang di daerah pesisir pantai,” kata Wagub Sumbar.
Secara khusus Sumbar adalah kawasan rawan gempa bumi, hal ini disebabkan letaknya secara tektonik berdekatan dengan zona subdiksi (subduction zone) yaitu zona pertemuan antara dua lempeng tektonik antara lempeng India dan Autralia ke bawah lempeng Eurasia.
“Pergerakan lempeng-lempeng itu menyimpan gempa berkekuatan besar (magnitudo 8,9 SR). Kondisi ini menuntut kita harus selalu siap dan siaga untuk menghadapi bencana gempa, yaitu dengan meningkatkan mitigasi atau pencegahan dan kesiapan bencana,” jelasnya.
Wagub Nasrul Abit menekankan dalam penanggulangan bencana tidak hanya tanggungjawab sebuah kembaga, tapi tanggungjawab semua pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
“Untuk itu marilah kita bersinergi mengeluarkan upaya untuk mewujudkan Sumbar Tangguh Bencana,” ujar Nasrul Abit.
Selanjutnya Nasrul Abit berharap dalam memperingati gempa ini menjadi renungan dan memperbaharui niat dan tekad kita untuk mengurangi resiko bencana di Sumbar secara terkoordinir dan terpadu.
“Semoga Allah SWT menjauhkan bencana dari Ranah Minang dan bangsa Indonesia yang kita cintai ini, Aamiin YRA,” tutupnya.
Pada kesempatan itu Sekretaris Daerah Prov Sumbar Alwis mengatakan dalam laporannya, bahwa pada peringatan 10 tahun peristiwa gempa berkekuatan 7,6 SR mengguncang Sumbar, cukup menimbulkan dampak yang memilukan dalam sejarah Indonesia.
Dimana saat itu korban meninggal dan hilang mencapai 1.200 orang, luka berat ringan hampir mencapai 3.000 orang, bangunan perkantoran, gedung bertingkat dan rumah penduduk banyak yang roboh. Sementara rumah sakit yang selama ini tempat berobat menjadi tempat penampungan jenazah korban gempa.
“Saat itu kita belum siap menhadapi bencana gempa dan tsunami, apalagi BPBD belum terbentuk, sehingga kita banyak membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat, NAUMGAN PBB, NGO Nasional maupun Internasional,” ucap Alwis.
“Satu hal yang perlu kita banggakan, masyarakat Sumbar terkenal dengan azas gotong royongnya, dengan semangat cepat bangkit dan pulih,” imbuhnya.
Selain pertunjukan teaterialkal pengunjung juga menyaksikan film bersejarah mengenang 10 tahun pasca gempa 2009 dan dilanjutkan penandatanganan bersama pencanangan menuju “Sumbar Tangguh Bencana”.
Hadi dalam acara tersebut Sekretaris Utama BNPB Harmensyah, Direktur utama Peralatan BNPB Rustian, Bupati/Walikota se Sumbar, Kepala Pelaksana BPBD se Sumbar, Kepala OPD se Sumbar, Kepala BUMN, BUMD, NGO dan LSM serta juga dihadiri oleh korban dan para keluarga korban bencana gempa 2009.
nov
humassumbar