Kemaren sore saya mendapat keberkahan dikunjungi oleh perwakilan Ikatan Mahasiswa Tarbiyah Islamiyah (IMTI) Jabotabek yang digawangi oleh Ust. Muhammad Hidayatullah, Lc. (Lulusan Darussunnah Istitute for Hadith Sciences dan juga Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Ciputat). Saya terharu mengetahui aktivitas IMTI di Sumbar, yaitu mengunjungi madrasah-madrasah (baca: pesantren) yang mempunyai hubungan keilmuan dengan Persatuan Tarbiyah Islamiyah untuk memberi motivasi sekaligus presentasi perkuliahan setelah anaksiak (santri) di masing-masing madrasah menyelesaikan pendidikan ‘aliyahnya. Sebuah kegiatan sangat bermanfaat, selain menunjukkan eksistensi anaksiak alumni Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang sebenarnya sudah berurat berakar sejak masa sebelum kemerdekaan (tepatnya tahun 1928), juga memberikan semangat baru akan kehadiran generasi muda Tarbiyah Islamiyah yang mempunyai perhatian tinggi terhadap intelektualitas di kampung halamannya.
Saya mempunyai hubungan erat dengan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (selanjutnya disebut PERTI). Semua guru-guru saya, guru dalam kitab kuning maupun guru di surau (dalam artian thariqat) adalah ulama-ulama yang mempunyai sanad/ jaringan ilmu dengan masyaikh PERTI. Saya juga menerima ijazah musyafahah dari Abuya H. Nukman Basyir, juga dari jalur ulama-ulama besar PERTI, seperti al-‘Allamah Syaikh Mukhtar Ongku Lakuang yang bertali kepada Maulana Syaikh Abdul Wahid Asshalihi Tobekgodang. Kakek buyut saya, Thaib Inyiak Paduko Alam, turun dari negeri Kamang setelah Perang Kamang 1918, merupakan murid dari Syaikh Arsyad Batuhampar (wafat 1924) yang merupakan guru dari para ulama PERTI. Kakek buyut saya itu datang ke kampung mengajarkan Sifat Dua Puluh (Akidah Asy’ariyyah). Banyak lagi, kalau disebut, pertalian saya dengan PERTI. Dapat saya katakan, bagaimanapun keadaan dan kondisinya, saya akan selalu di dalam PERTI, sebab pertalian-pertalian tadi.
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) adalah satu organisasi yang lahir dari “rahim” ulama-ulama besar Minangkabau. Pada 1928, ulama-ulama yang mempunyai kesamaan semangat untuk mempertahankan Ahlussunnah wal Jama’ah dan Mazhab Syafi’i berkumpul di Canduang, Bukittinggi. Hasil dari kesepakatan beliau-beliau itu ialah membuat wadah persatuan ulama yang bergerak di bidang pendidikan agama Islam. Madrasah (pesantren) yang berada di bawah naungan PERTI diselaraskan dengan nama Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI), yang lama belajarnya 7 tahun, dengan memperlajari berbagai bidang keilmuan Islam, mulai dari Nahwu, Sharaf, Balaghah, Tafsir, Hadits, Mustalah Hadits, Tauhid, Tasawuf, Fiqih, Ushul Fiqih, Mantiq, Arudh Qawafi, dan lain-lain, lewat kita-kitab mu’tabar dari tingkat rendah (matan) hingga kitab-kitab tinggi (syarah dan hasyiyah). Dengan kata lain, kehadiran Persatuan Tarbiyah Islamiyah ialah untuk melanjutkan spirit, tradisi, dan keilmuan sesuai dengan standar intelektual yang ada di surau-surau yang bertebaran di abad-abad sebelumnya. Al-Marhum Syaikh Muhammad Nur Abdurra’uf Bayur Maninjau menulis dalam kitabnya:
تربية الاسلامية هي اسم لجمعية علماء المنكابوية واسم لمدارس الدينية التي نهضها واسسها اهل المنكابوية من العلماء الأعلام ومرشد الأنام الذين اشتهرت اسماءهم كالأعلام وانتشرت علومهم لمنافع الإسلام.
“Persatuan Tarbiyah Islamiyah adalah nama bagi organisasi ulama-ulama Minangkabau, dan sekaligus juga nama bagi madrasah-madrasah diniyyah, didirikan dan diasas oleh ahli Minangkabau yang terdiri dari ulama-ulama ‘alim dan mursyid terkemuka, nama-nama mereka telah masyhur, ilmu mereka juga telah tersebar untuk kebaikan agama Islam.” (Kitab al-Tarbiyah al-Islamiyah, cetakan Mathba’at Islamiyah – Bukittinggi tahun 1931, halaman 59)
Di antara ulama-ulama yang berjasa membina PERTI ialah Syaikh Sulaiman Arrasuli Canduang, Syaikh Muhammad Jamil Jaho, Syaikh Abdul Wahid Asshalihi, Syaikh Arifin Batuhampar, Syaikh Abbas Qadhi Ladang Laweh, Syaikh Alwi Koto nan Ampek, dan Syaikh Yunus Tuanku Sasak.
Pertemuan hangat kami sore kemarin diisi dengan banyak pembicaraan, semuanya tentang organisasi PERTI. Saya, sebagai yang dikunjungi, mengemukakan beberapa wacana tentang hal-hal yang mungkin dapat segera dikerjakan bersama untuk memajukan IMTI:
- Membuat database yang memuat dokumen-dokumen dan karya-karya ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah, yang membuka ruang bagi peneliti dan akademisi yang akan mengkaji tentang ulama Minangkabau. Saya sudah mempunyai sekitar lebih dari seratus karya ulama Minangkabau, yang bisa dimanfaatkan untuk penelitian, demi menggali kekayaan intelektual ulama-ulama PERTI.
- Melakukan tahqiq terhadap karya-karya yang representatif dengan situasi kekinian dan menerbitkan. Sekaligus “menulis”, menulis tentang ulama Minangkabau.
Demikian, pertemuan berkah sore kemaren.
Saya katakan, saya adalah PERTI, dan selalu akan PERTI.
Penulis : Apria Putra Abiya Hilwa