Oleh ; Akmal Hadi,S.HI (Pimpinan Pon. Pes. Ashhabul Yamil Lasi Tuo Agam)
Slogan yang sering kita dengar dan bahkan sering diucapkan dalam setiap berpidato, terlebih lagi kalau pidato-nya dalam konteks “Perlombaan” atau “Musabaqah”, bahwa kata-kata Pemuda selalu membuat banyak orang terpancing.
Semisal, seorang orator menyampaikan mukaddimah untuk penghormatan dalam konsep pidato-nya ; Pemuda harapan bangsa, pemudi sunting negara pucuk kembang masa mendatang, cakra kawa dimuka, penyambung lidah yang tua, generasi pejuang dimasa depan, kalau sudah begini ucapan pembicara dalam berpidato, biasanya sang dewan juri “tagak talingo” mendengarnya.
Kenapa demikian, ini suatu pertanda bahwa kaum muda yang disebut ”harapan bangsa”, “pucuk kembang masa mendatang”, “cakra kawa dimuka”, “Penyambung Lidah yang Tua”,
“Generasi Pejuang Dimasa Datang” adalah suatu spirit yang diberikan oleh kaum tua, para beliau terdahulu, ataupun kearifan yang betul-betul bijak dari para orang tua kita, ninik mamak kita kepada kita semua.
Adalah suatu keharusan bagi kaum muda untuk memegang teguh amanah yang dititip para beliau untuk kita semua, sehingga amanah tersebut bisa berjalan dan beraktivitas sesuai dengan yang diharapkan.
Pemuda (Engglish ; Young) atau dalam bahasa arabnya (Fatih), dan pada masa terdahulu ada disebut dengan Young Java (untuk Pemuda Jawa) atau Young Ambon, Young Sumatera, dan Young-young lainnya, bahkan untuk salah seorang pahlawan nasional kita dari timur adanya Kapitan Pattimura (Fatih Murrah) atau nama aslinya Thomas Matulessi (1783-1817).
Disebut Thomas Matulessi dengan Patimura (Fatih Murrah; arab), dalam bahasa arab diartikan secara etimologi Fatih (Pemuda) Murrah (berarti Pahit), sehingga Fatih Murrah diartikan dengan Pemuda berdarah Pahit, Pemuda pemberani dan tangguh untuk membela kebanaran pada masa perang melawan penjajahan.
Dalam sejarah Islam juga adanya namanya Mehmed II (Turki Utsmaniyah: Meḥmed-i sānī, Turki: II. Mehmet; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481), juga dikenal secara luas dengan Muhammad Al Fatih (Fatih Sultan Mehmet) merupakan penguasa Utsmani ketujuh dan berkuasa pada 1444 – 1446 dan 1451 – 1481.
Capaiannya yang paling dikenal luas adalah penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453 yang mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur, menjadikannya mendapat julukan ‘Sang Penakluk’,(el-Fatih).
Mehmed dikenal sebagai pemimpin yang cakap dan mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, ilmu pengetahuan, matematika, dan menguasai enam bahasa saat berumur 21 tahun.
Dia dikenal sebagai pahlawan di Turki maupun dunia Islam secara luas, dalam sejarah Islam, Mehmed dikenal sebagai salah seorang pemimpin yang hebat sebagaimana Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).
Di pemerintahan, Mehmed lebih memilih para pejabat tinggi dari latar belakang devşirme daripada mereka yang berasal dari keluarga bangsawan, menjadikan kendali negara benar-benar terpusat pada sultan. (sumber Wikipedia ; Mehmet II)
Terus apa hubungannya dengan perpolitikan kita [?], ya untuk perpolitikan kita saat ini diharapakn lahirnya Pattimura (Fatih Murrah) yang benar-benar tangguh untuk membela kebanaran, dan beraninya untuk berkata jujur dalam arena perpolitikan berbangsa, bernegara dan ber-agama.
Kendatipun yang dihadapan dan gejolak sekarang tidak sama halnya dengan yang dihadapan Kapitan Pattimura (Fattih Murrah) dan Mehmet II (Muhammad al-Fatih) tempo dulu, namun paling tidak kita berusaha untuk menjadi pembela kebenaran dalam menegakkan agama islam beserta dasar-dasarnya dalam arena pembentukan undang-undang (minimal Perda Syariat), serta mengutamakan pendidikan berkarakter dan berakhlak mulia.
Kehadiran seorang Fatih (al-Fatih) dalam pentas perpoltikan tanah air adalah suatu cerminan rasa kepedulian yang muda untuk menjadi pejuang-pejuang Perda dan peraturan daerah lainnya untuk kemaslahatan umat dan rakyat, insya Allaah..[AH]
LASI, 12-12 2018