KEMBALI KE SURAU MENGKAJI ADAT DAN THARIQAT MENUJU RANAH MINANG MADANI

Kajian Keislaman

Ritvone.com, Kamang Mudik — Adat dan Syara’, Islam dan Budaya Minangkabau, Kaji Thariqat dan Falsafah Alam Terkembang Jadi Guru adalah dua Khazanah yang Luar Biasa yang kita terima, dari Nenek Moyang kita Orang Minangkabau. Kedua Khazanah itu dipatri dalam Falsafah “Adat Bersendi Syara’ Syara’ Bersendi Kitabullah (ABS SBK).

Kedua Khazanah tersebut di atas, bagaikan Pusaka Ampuh, jika Digunakan secara SINERGIS, Insya Allah menjadi SOLUSI atas berbagai PROBLEMATIKA kehidupan yang dihadapi Umat di Ranah Minang di Zaman Now ini.

Perlu kita SADARI bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni budaya, seni suara, ukiran dan bangunan.

Maka Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses INTERAKSI manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil DAYA KREATIF pemeluk suatu agama tapi DIKONDISIKAN oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.

Demikianlah terbentuknya Budaya Islam di seluruh pelosok Nusantara, termasuk di Alam Minangkabau. Budaya bernuansa Islam yang dilahirkan dari hasil KREATIVITAS para Ulama Sufi dalam menyikapi dan MEMBERDAYAKAN Budaya warisan nenek moyang kita sebagai media dakwah. Beliau-beliau para Waliyullah itu melakukan PERSENYAWAAN Budaya dan Kearifan Lokal Nusantara dengan Ruh Islam.

Namun tentu saja sebelumnya Adat, Budaya dan Kearifan Lokal itu telah melalui proses FILTERISASI. Sebagaimana dijelaskan oleh Guru Mursyid Thariqat Syatariyyah, Allahyarham Syaikh Burhanuddin dari Ulakan, Pariaman, “Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Ketahuilah. Syara’ Menetapkan, Adat Memakai. Adat jahiliyah ditinggalkan, adat yang baik digunakan.”

Sedangkan menurut Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Rifa’i Dt. Indo Marajo yang dikenal juga dengan panggilan Syaikh Inyiak Cubadak, Adat dan Syara’ itu bagaikan Badan dengan Ruh. Di dalam tubuh yang sehat dan kuat, maka Ruh akan tumbuh menjadi Insan Kamil. “Karena itulah, Islam berkembang dan membentuk Masyarakat Madani di Ranah Minangkabau, Jawa, Sulawesi dan seluruh Nusantara saat Adat dan Budaya itu BERSINERGI di dalam Tuntunan Qur’an, Sunnah dan Ajaran para Sufi ‘Arifbillah itu DIAMALKAN oleh Umat,” kata Syaikh Inyiak Cubadak.

Namun demikian, Guru Mursyid dari Thariqat Naqsyanbandiyah, Qadiriyah, Syatariyyah dan Syamaniyah itu semasa hidup Beliau seringkali mengingatkan bahwa akan datang suatu masa dimana ketika itu Syara’ tinggal di Suratan, Adat tinggal di Pepatah. Nah, ketika itulah, kata Syaikh Inyiak Cubadak, masyarakat akan mengalami Krisis Budaya dan Spiritual.

“Mereka mungkin bersorban dan berjubah tapi tidak BERADAT. Mereka mungkin Pemangku Adat tapi tidak berthariqat. Mereka mungkin hafal ayat, tapi lidahnya suka mengumpat. Ketika itulah Kedai Kopi lebih ramai dari Surau. Maka hendaklah kalian tetap Teguh dalam Beradat. Nan Usang Diperbarui. Rasa Periksa Jangan Dilupakan. Kembalilah ke Surau, Kajilah Adat dan Thariqat ,” pungkas Syaikh Inyiak Cubadak. (az).

Spread the love