Palembang — Kasubbag Informasi dan Humas Kanwil Kemenag Sumsel H. Saefudin resmi menyandang gelar doktor ke-91 dari Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang. Itu setelah Saefudin berhasil mempertahankan disertasi berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Lirik-Lirik Lagu Dangdut Rhoma Irama (Suatu Pendekatan Hermeunetika-Semiotika) pada Sidang Terbuka Promosi Doktor di Ruang Seminar Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang, Rabu (4/12) pagi.
Istimewanya, sidang promosi ini dihadiri langsung informan primer disertasi, yakni Rhoma Irama. Sang Raja Dangdut sengaja datang ke Kota Palembang hanya untuk menghadiri Sidang Promosi Doktor Saefudin, yang merupakan Ketua Fans of Rhoma and Soneta (Forsa) Sumsel. Rhoma bahkan diberi kesempatan memberikan testimoni di hadapan para penguji dan undangan.
Dalam kesempatan itu, Rhoma menceritakan sekelumit latar belakang mengapa dirinya banyak menciptakan lirik-lirik lagu bernuansa religius. “Kenapa pada 13 Oktober 1973 saya mencanangkan Soneta is Voice of Moslem? Itu dilatarbelakangi keresahan saya. Saat itu musik identik dengan drunk (minuman keras), tarkus sholat (meninggalkan solat), dan free sex (seks bebas). Kalau ada seniman yang mengerjakan sholat, maka dikatakan sok santri, tidak pantas jadi seniman. Begitu juga bila ada seniman yang tidak mabuk, tidak bercampur baur dengan wanita, maka dikatakan tidak pantas jadi seniman,” tutur Rhoma.
Dari situ, lanjut Rhoma, dirinya merasa resah. Dia lantas mengadukan keresahannya dalam doa. “Saat itu saya berdoa hampir di setiap sholat, ya Rabb seandainya bakat musikku ini memperlebar jalanku menuju neraka, tolong dicabut ya Allah. Namun seandainya musik ini dapat membawa kepada keridhoan-Mu, bimbinglah saya ya Allah. Inilah doa saya, kalau tidak saya tidak mau bermain musik,” beber Rhoma.
“Ternyata Allah mengabulkan doa saya. Setelah melalui kontroversi yang luar biasa, jihad saya yang pertama adalah mengucapkan Assalamualaikum di panggung musik. Dulu tidak ada salam di panggung musik, hanya ada di panggung-panggung tabligh. Di Ancol ketika itu, ketika saya mengucapkan salam maka hujan lumpur, hujan sandal, dan hujan batu. Saya dilempari. Terus dari sana, saya menyampaikan kalam nabi yakni lagu ightanim khomsan qobla khomsin. Berikutnya qola ta’ala melalui lagu Laa Ilaaha Illallah,” tambahnya.
Menurut Rhoma, saat dirinya menyampaikan lagu-lagu tersebut, media-media mulai menyerangnya. Dia dianggap mengkomersilkan agama, Rhoma mendendangkan ayat quran, sehingga akhirnya disidang oleh majelis ulama Indonesia (MUI).
“Waktu itu saya disidang di kantor MUI di Masjid Agung Kebayoran, di depan para kyai dan media. Saat itu saya diminta KH. Syukri Ghozali untuk memutar lagu yang mendendangkan al Quran. Maka saya putar lagu Laa Ilaaha Illallah, yang mengutip surat al Ikhlas. Ketika saya baca surat al Ikhlas tidak ada musik, yang ada sound effect angin. Baru setelah selesai surat al Ikhlas, ada musik, kemudian baru saya terjemahkan artinya, Katakan Tuhan Itu Satu. Alhamdulilah setelah mendengarkan itu, KH. Syukri Ghozali menyatakan kalau lagu seperti ini boleh diperbanyak. Nah di situlah saya merasa mendapat support. Bahkan beberapa kyai menjadi kolektor musik soneta,” beber Rhoma.
Rhoma juga menegaskan bahwa musik tidak hanya untuk senang-senang, namun juga dipertanggungjawabkan kepada Allah dan manusia. “Ketika saya ikut meramaikan konser di Jepang, di Yokohama dan Tokyo, ada seorang rektor universitas Tokyo, bertanya kepada saya tentang lagu-lagu yang kok mengandung sosial religi, politik, dan lain sebagainya. Di sanalah keluar statement pertama saya bahwa Music Isnot Just For Fun, but It Has Responsibility to Allah and Human Being. Musik tidak sekedar media hura-hura, dia ada pertanggungjawaban kepada Allah dan manusia. Kenapa demikian, karena musik memiliki kekuatan untuk mengubah karakter, bisa mengubah perilaku manusia, bahkan sebuah komunitas,” jelasnya.
Sementara itu, Sidang Terbuka Promosi Doktor atas nama Saefudin sendiri dimulai pukul 10.00 WIB. Tampil sebagai Ketua Sidang Rektor UIN Raden Fatah Prof. M. Sirozi, MA, Phd, Sekretaris Sidang Dr. M. Adil MA, Promotor Prof. Dr. Abdullah Idi M.Ed, Co Promotor Dr. M. Misdar M.Ag, serta para penguji yaitu Prof. Dr. Duski Ibrahim M.Ag, Dr. H. Akmal Hawi M.Ag, Dr. Abdurrahmansyah M.Ag, dan Prof Dr. Alfitri M.Si.
Sidang terbuka ini juga disaksikan Staf Khusus Gubernur Sumsel KH. Amiruddin Nahcrowi dan H. Najib Haitami, Anggota DPRD Kota Palembang Sutami, Pengurus FKUB Hindra Lili, Kabag TU Kanwil Kemenag Sumsel H. Abadil, Kakankemenag Kota Palembang Deni Priansyah, Para Kelapa Bidang Kanwil Kemenag Sumsel, Kepala Balai Diklat Keagamaan Palembang Syafitri Irwan, serta para pejabat di lingkungan Kanwil dan Kemenag Kota Palembang.
Usai sidang, Sekretaris Sidang Dr. M. Adil MA mengumumkan bahwa Saefudin meraih hasil amat memuaskan. “Pada sidang tertutup beberapa waktu lalu, promovendus meraih nilai 91 dan pada sidang terbuka hari ini promovendus berhasil meraih nilai 93, dengan demikian, promovendus berhak menyandang gelar doktor dengan hasil amat memuaskan. Adapun indeks prestasi kumulatif yang diraih Saefudin adalah 3,97,” terang M. Adil.
Prof. Dr. Abdullah Idi M.Ed selaku promotor mengucapkan selamat kepada Saefudin atas keberhasilan meraih gelar doktor. Ada beberapa hal penting yang disampaikan Abdullah Idi kepada Saefudin. “Pertama, tolong diusulkan Nobel Award untuk Bang Haji Rhoma Irama. Tadi disampaikan bahwa Rhoma Irama telah menciptakan 800 buah lagu. Ini bukan perkara mudah dan biasa. Untuk itu, saya serius mohon kiranya nanti bisa diusulkan Nobel Award untuk Rhoma Irama. Kedua, pesan saya terus belajar, karena ilmu itu dari buaian hingga liang kubur. Untuk sukses, sucikan diri, jauhkan iri hati dan dengki, serta jangan takabur. Ketiga, jagalah silaturahim dengan siapapun, seorang doktor berkualitas itu berkontribusi tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk keluarga, bangsa dan negara,” pesan Abdullah Idi.
Prof. Sirozi selaku ketua sidang dan juga Rektor UIN Raden Fatah menjelaskan, UIN Raden Fatah bersyukur atas capaian ini. Disertasi ini menambah reputasi Pascasarjana yang kini sudah menghasilkan 91 doktor. “Mudah-mudahan berkah, menambah rezeki, dan menambah derajat. Dengan telah diraihnya gelar doktor berarti Saefudin adalah pakar, pakar tentang Rhoma dan Soneta. Jadi jangan heran kalau nantinya dari penjuru dunia mereka yang ingin tahu tentang Rhoma dan Soneta akan menemui Anda. Harapan saya juga, dari lubuk hati paling dalam saya akan sangat senang kalau di kampus ini ada museum Soneta. Ini bukan sekadar lip service, ini sungguh-sungguh,” tegas Sirozi.
Saefudin sendiri mengaku bersyukur atas keberhasilan meraih gelar doktor. Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari dukungan dari keluarga, para sahabat, dan tentu saja bimbingan yang tak kenal lelah dari para promotor dan penguji. Untuk itu, dia mengucapkan terima kasih. “Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikan studi S3 di UIN Raden Fatah. Terima kasih kepada Bang Haji Rhoma Irama, Rektor UIN Raden Fatah Prof. Sirozi, Direktur Pascasarja Prof. Duski Ibrahim, para dosen, para pembimbing, rekan-rekan di Kemenag Sumsel dan Forsa. Tak lupa kepada isteri tercinta Nyimas Maryam dan anak-anak. Terima kasih atas dukungan dan pengertiannya,” tuntas Saefudin. (quds)