Berkemajuan dalam Kemajemukan | Konferensi Kerukunan VII Asosiasi FKUB Indonesia

News

Oleh: Duski Samad
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sumatera Barat

Artkel Mengikuti Konferensi Kerukunan VII Asosiasi FKUB Indonesia, 5-8 Oktober 2022 di Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau.

Rukun budaya kita sudah lama diucapkan, namun perlu terus disuarakan dan diperdalam makna dan hakikatnya begitu esensi yang hendak diperkuat dalam konferensi KUB ke VII di Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau.

Kepri daerah kelautan yang jumlah daratnya hanya 4% dan lautan 96% berpenduduk 2, 1 dengan jumlah pulau 2408 pulau, terdiri dari 5 Kabupaten dan 2 kota yakni Kota Tanjung Pinang dan Kota Batam. Kepri terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan penduduk miskin paling rendah di Sumatera 5, 9% begitu juga kerukunan pada tahun tahun 2019 indek kerukunan 60,29 tahun 2021 mengalami kemajuan menjadi 76,29. Indek kebahagian juga mengalami kemajuan berati pada tahun 2020 angkanya 73.1 tahun 2021 meningkat menjadi 74, 78.

Suku Melayu memang mayoritas namun di daerah ini semua suku bangsa, begitu juga dalam agama, umat Islam 83,1% selebihnya penganut agama lain yang ada di Indonesia. Kemajemukan dan keberagamaan yang unik di Kepri patut disyukuri dapat hidup rukun dan damai.

Literasi agama sebagai penyelamat kehidupan kemanusiaan, kebebasan sebaiknya, dan sipritualitas untuk kebermaknaan hidup adalah filsafat hidup yang dipastikan menjadi modal utama bagi kerukunan dan kemajuan bangsa. Talcott Parsons melihat agama sebagai sesuatu yang melekat pada sistem dan struktur sosial dan penafsiran masing-masing individu, atau yang dikenal dengan Religiusitas. Religiusitas berakar pada kesadaran individu dan kesadaran kolektif.

Pandangan sosiologi Parsons lebih dekat pada pendekatan yang digunakan Weber, yakni dengan melakukan pemahaman atau interpretasi atas tindakan sosial individu. Karena inti tindakan sosial bagi Parsons adalah adanya tujuan dan sebagai alat individu untuk bertindak dalam sebuah situasi sosial agama setempat.

RANGKULAN KERUKUNAN
Ketua Forum KUB Nasional dalam sambutan menegaskan pentingnya konferensi akan membawa efek kejiwaan bagi penguatan kerukunan untuk kesatuan dan persatuan bangsa.

Setiap kali konferensi kerukunan selalu ada sambutan dan materi tentang kerukunan itu penting, namun yang paling penting adalah terjadi saling menyapa, berjabat tangan dan berangkulan antara tokoh umat lintas agama yang menjadi fakta dari penerjemahan kerukunan dalam makna yang sebenarnya.

FKUB menjadi lebih kuat bila semua aktor kerukunan dapat dengan baik membaca dan menyiapkan diri menghadapi persaingan global yang memerlukan kerukunans sebagai dasar untuk memenangkan pasar kompetitif. Harmonis is never and taken for granted maka perlu diperjuangan secara kolektif.

Kerukunan akan dengan mudah tercipta bila kesetiaan pada empat konsesus dalam rumah besar NKRI yang tak ditawar lagi, maka oleh sebab itu kerukunan adalah harga mati. Sikap dan jiwa nasionalisme terus dipelihara, cinta tanah air artinya cinta Indonesia.

KERUKUNAN BUDAYA KITE
Kerukunan budaya kite ditulis dalam piagam Penghargaan Forum Kerukunan Umat Beragama yang diberikan kepada H. Ansar Ahmad, SE Gubernur Kepulauan Riau dalam konferensi kerukunan di Provinsi Kepulauan Riau, 5-8 Oktober 2022.

Kerukunan budaya kite yang sudah menjadi jati diri suku bangsa Indonesia, lebih khas lagi pada masyarakat Melayu Kepulauan Riau, adalah hasil dari sejarah bangsa pelaut yang meniscayakan pertemuan dengan berbagai etnis dan ragam kebudayaan di tempat mana ia berlabuh atau orang lain berlabuh di pulau kediamannya.

Fakta sosial bahwa kerukunan di Kepulauan Riau baik sekali bukan saja ditunjukkan oleh survey indek toleransi, tetapi memang begitu yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kepulauan Riau adalah miniaturnya Indonesia, di pulau-pulau ada beragama agama, suku, dan bangsa lain yang menyatukan dalam satu sistim sosial ekonomi perdagangan yang dinamis.

Kerukunan budaya kite dapat diamati dari efektifnya teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang beriteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat teta kelakuan, bersifat konkret terjadi di sekeliling kita.

Dalam hal ini kebudayaan menentukan situasi dan kondisi bertindak, mengatur dengan sistem sosial berada dalam batasan sarana dan tujuan, yang dibenarkan dan yang dilarang. Kemudian agama dengan referensi transendensi merupakan aspek penting dalam fenomena kebudayaan sehingga timbul pertanyaan, apakah posisi lembaga agama terhadap kebudayaan merupakan suatu sistem.

Pertanyaan di atas dijawab oleh entitas masyarakat kepulauan bahwa agama dan kebudayaan menyatu dalam satu sistim yang individu dapat melakukannya ritualnya, namun dalam kebudayaan saling berinteragsi dan berintegrasi. Dalam Islam fungsi religiusitas itu dimanifestasikan personal dalam terma hablumminallah, hubungan dengan Allah, dan habblumminannas, hubungan dengan orang lain dan komunitas.

PEACE CULTURE
Peace culture artinya budaya damai. Era global, kosmopolit dan dunia sudah mendengungkan budaya damai dalam menyelesaikan konflik dan relasi sosial antara entitas dan bangsa. Budaya damai sulit tercapai, kecuali bila kapasitas dan kualitas penduduk dunia terus meningkatkan dan menempatkan kemajemukan sebagai kekuatan bersama.

Kualitas itu akan menentukan bagaimana pandangan keragaman sebagai kekuatan dan peluang untuk mendapatkan dapat yang terbaik. Meningkatkan kapasitas kerukunan diawali dari tokoh kerukunan. Untuk itu perlu meningkatkan budaya relisilien (tangguh) yang dimulai dari budaya damai (peace culture). Mengapa budaya damai menjadi sangat penting karena tantangan kedepan semangkin beragam dan meluas.

Ada beberapa prilaku yang menghambat budaya damai.

  1. Violence ekstrimisme dalam agama masing-masing, mengunakan kekerasan untuk mencapai tujuan, tanpa ada simpati dan empati. Masyarakat dunia menyuarakan bahwa kekerasan oleh ekstrimisme adalah pangkal terganggunya budaya damai. Terma radikalisme yang sering dipakai dengan tidak benar dan sering dijadikan alat untuk membuat stigma, sudah mulai dirasakan akibatnya. Radikalisme sejatinya bukanlah sebab atau akar dari lemahnya budaya damai, justru yang berbahaya itu kekerasan yang ditimbulkan ektrimisme.
  2. Issue mengecilkan agama .
    Tantangan menghadirkan budaya damai adalah menjadikan issue mengecilkan peran agama dalam kehidupan yang luas. Misalnya menyebut bahwa agama sebagai bentuk dari politik indentitas. Sejatinya, politik identitas memang ada yang negatif yakni untuk mengecilkan orang lain dan ada pula yang positifnya yaitu untuk keadilan, ia corak politik identitas positif yang harus mendapat dukungan tokoh agama.
  3. Issue Kemanusian global.
    Issue kemanusian global adalah pandangan kemanusiaan universal dan cendrung pada pengabaian agama. Kebebasan hubungan biologis, sex bebas, kebebasan dalam mengepresikan individualistik dengan tidak memperhatikan kebutuhan publik adalah contoh nyata issue kemanusian era global yang mencemaskan eksistensi manusia sebagai makhluk bertuhan dan beragama.

Pegiatn kerukunan, khususnya pengurus FKUB dapat menghadapinya antara lain dengan melibatkan diri (enggage) dalam issue global dan sekaligus memberikan warna bagi kebaikan publik dan masyarakat dunia. Bersamaan itu edepan dialog, saling memahami, menghormati dan menasehati. Begitu juga kerjasama atas dasar kebajikan dan ketakwaan dengan asas kemaslahatan bersama, kesetaraan, saling percaya dan keterbukaan adalah kerja bersama dalam menghadapi masalah global.

Pengiat FKUB dan aktor kerukunan diharapkan terlibat dalam global etik, memiliki value yang sama dalam menghadapi masalah, kata kuncinya adalah memperlakukan orang lain, seperti orang lain memperlakukan kita.

Teori dan kajian akademik menempatkan bahwa kerukunan dapat tercapai bila penerimaan terhadap orang lain, kelompok, agama dan entitas lain berjalan dengan tulus dan jujur. Menerima eksistensi orang lain dan menghargainya sebagai manusia dengan segala kebutuhannya adalah prasyarat kerukunan yang bersifat permanen.

CLAIM KEBENARAN
Faktor lain yang menjadi penting diperhatikan dalam merawat kerukunan adalah menempatkan claim kebenaran sesuai porsinya. Kebenaran agama dalam konteks teologis dan ritual adalah final untuk iman masing-masing agama. Agama dalam makna institusi, sosial, dan kebutuhan hidup setiap orang perlu diperhatikan pandangan ilmu pengetahuan.

Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama dan termasuk konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi. Tetapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transendental (istilah Talcott parsons).

Aksioma teori fungsional agama adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan memerankan sejumlah fungsi.

Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supra manusiawi dan ukhrowi.

Fungsi agama dibidang sosial adalah fungsi penentu, dimana agama  menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.

Dalam kitab suci umat Islam direkam bagaimana Nabi Muhammad saw menyelesaikan claim kebenaran antara umat Yahudi dan Nasrani. Yahudi menyebut bahwa orang Nasrani tidak ada apa-apanya dan tidak akan masuk sorga, begitu juga orang Nasrani menyatakan bahwa kaum Yahudi itu tidak ada nilai dan tidak akan masuk sorga atau diterima Allah.

Dalam surat al-Baqarah (2) ayat 111-113 diberikan solusi terhadap mereka yang ngotot dan merasa paling benar, sementara agama lain dianggap tidak ada apa-apanya. Artinya; …
“Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 112).
Beragama yang tulus diikuti dengan melakukan kebaikan akan menghadirkan rasa aman, rukun dan bebas dari kecemasan dan kesedihan.

REKOMENDASI
Konferensi Kerukunan VII di Tanjung Pinang ini menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:
Rekomendasi

  1. Meminta Pemerintah agar segera mempercepat penerbitan Kepres sebagai dasar hukum eksistensi FKUB
  2. Meminta kepada segenap masyarakat, partai politik dan pemerintah untuk dapat melakukan suksesi kepemimpinan nasional dan Pemilu secara damai dan bebas dari politik identitas.
  3. Meminta Kementerian Dalam Negeri untuk menginstruksikan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota agar menerbitkan peraturan Gunernur, peraturan Walikota /Bupati sebagai tindak lanjut dari PBM nomor 9 dan 8 tahun 2006.
  4. Meminta Kementerian Agama Republik Indonesia untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tentang Indeks Toleransi dan Harmoni Award agar jangan menjadi kontraproduktif bagi Kerukunan di daerah.
  5. Meminta semua FKUB segera membentuk organisasi pemuda dan wanita lintas agama pada semua tingkatan.
  6. Merekomendasikan pelaksanaan Konferensi Kerukunan ke VIII yang akan datang di Indonesia bagian timur dengan menghadirkan Narasumber mewakili semua agama dan dilaksanakan dua tahun sekali.
  7. Meminta pengurus FKUB dan seluruh stakeholder di dalam melakukan literasi dan edukasi kerukunan lebih mengedepankan humanistik global culture dan kearifan lokal

Konferensi Nasional Kerunan VII di Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau terus menjadi mediasi, forum dialog dan kerjasama antar tokoh lintas agama bagi penguatan kerukunan sebagai prasyarat utama untuk tercapainya tujuan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salam Kerukunan. Astonhotel@Jumat07102022. DS,

Spread the love